Selasa, 28 Juni 2016

LANDASAN BIMBINGAN KONSELING





BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam teoritik maupun praktek, dapat semakin mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien), maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini, seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling, sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui makalah ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.

1.2  Rumusan Masalah
Ditinjau dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana landasan filosofis bimbingan dan konseling?
2.      Bagaimana landasan religius bimbingan dan konseling?
3.      Bagaimana landasan psikologis bimbingan dan konseling?
4.      Bagaimana landasan sosial budaya bimbingan dan konseling?
5.      Bagaimana landasan ilmiah dan teknologis bimbingan dan konseling?
6.      Bagaimana landasan pedagogi bimbingan dan konseling?
7.      Bagaimana landasan yuridis formal bimbingan dan konseling?

1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan filosofis bimbingan dan konseling.
2.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan religius bimbingan dan konseling.
3.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan psikologis bimbingan dan konseling.
4.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan sosial budaya bimbingan dan konseling.
5.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan ilmiah dan teknologis bimbingan dan konseling.
6.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan pedagogis bimbingan dan konseling.
7.      Mampu memahami dan menjelaskan landasan yuridis formal bimbingan dan konseling.




BAB 2
PEMBAHASAN


2.1  Landasan Filosofis
Kata filosofi atau filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan shofos yang berarti bijaksana. Jadi, filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Dengan kata lain, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, dan setuntas-tuntasnya tentang sesuatu. Pemikiran yang dalam, paling luas, dan mengarah kepada pemahaman tentang hakikat suatu pelayanan. Sesuatu yang dipikirkan tersebut dikupas, diteliti, dikaji, dan direnungkan segala seginya melalui proses pemikiran yang seluas-luasnyadan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaaan sesuatu tersebut.
Bimbingan dan Konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Berikut ini beberapa pemikiran filosofis yang selalu terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu tentang hakikat manusia, tujuan, dan tugas kehidupan.




1.      Hakikat Manusia
Para penulis Barat telah banyak memberikan deskripsi tentang hakikat manusia, beberapa deskripsi tersebut antara lain:
a)      Manusia adalah makhluk yang rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b)      Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
c)      Manusia berusaha terus-menerus memperkembangan dan menjadikan dirinya sendiri, khususnya melalui pendidikan.
d)     Manusia dilahirkan untuk menjadi potensi yang lebih baik dan buruk, dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
e)      Manusia adalah makhluk.
f)       Manusia adalah makhluk yang tertinggi dan termulia derajatnya serta paling indah di antara segenap makhluk ciptaan Tuhan.
g)      Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman.

2.      Tujuan dan Tugas Kehidupan
Adler (1954) mengemukakan tujuan akhir dari kehidupan psikis adalah menjamin terus berlangsungnya eksistensi kehidupan manusia di bumi, dan memungkinkan terselesaikannya dengan aman perkembangan manusia. Sedangkan Jung (1958) melihat bahwa kehidupan psikis manusia mencari keterpaduan, dan di dalamya terdapat dorongan instinktual ke arah keutuhan dan kehidupan sehat. Ada lima kategori tugas kehidupan yang dianut manusia. Adapun lima kategori tugas kehidupan itu yaitu:
a)      Spiritualitas
b)      Pengaturan diri
c)      Bekerja
d)     Persahabatan
e)      Cinta


2.2  Landasan Religius
Religius berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan seseorang terhadap Sang Pencipta. Dalam pembahasan lebih lanjut tentang landasan religius bagi layanan konseling perlu ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
a)      Keyakinan manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan.
b)      Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c)      Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkanya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya. Konselor harus dapat menghidari kesalapahaman tentang implementasi landasan religius dalam pelayanannya, dan koselor juga harus dengan sangat hati-hati dan bijaksana menerapkan landasan religius itu terhadap klien yang berlatar belakang agama yang berbeda.

2.3  Landasan Psikologis
Psikologis merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku klien yang perlu dirubah atau dikembangkan apabila hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapi atau mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaknya. Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologis perlu dikuasai, yaitu tentang:




1.      Motif dan Motivasi
Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang dalam bertingkah laku. Dengan demikian suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu  tidaklah bersifat sembarang atau acak, melainkan mengandung isi atau tema sesuai dengan motif yang mendasarinya. Motivasi erat sekali hubungannya dengan perhatian. Tingkah laku yang didasari oleh motif tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema kandungan motifnya.

2.      Pembawaan dan Lingkungan
Setiap individu terlahir dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam artinya yang lebih luas pembawaan meliputi berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut, golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasa, kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu. Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidaklah sama. Ada pembawaan tinggi, sedang, kurang dan bahkan kurang sekali. Demikian juga dengan lingkungan, ada individu yang lingkungannya sangat baik, sedang-sedang saja, dan ada pula yang lingkungannya berkekurangan. Keadaan yang ideal adalah apabila seseorang memiliki sekaligus pembawaan dan lingkungan yang bagus.

3.      Perkembangan Individu
Dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanannya, konselor menghadapi individu-individu yang sedang berkembang. Oleh karena itu, selain konselor harus memahami secara terpadu berbagai ospek perkembangan individu pada saat pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan, juga harus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depannya.




4.      Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Peristiwa belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan proses mental tingkat tinggi. Adalah wajar bahwa belajar mendominasi materi psikologi, karena belajar merupakan salah satu keunggulan manusia dibandingkan makhluk lainnya.
Pemberian penguatan dilakukan memakai pernyataan berkenaan dengan hal-hal yang positif yang ada pada diri individu. Pernyataan positif diharapkan mendorong tumbuhnya rasa puas, rasa diri mampu bekerja, dan mampu mencapai nilai tambah serta menghasilkan sesuatu yang berguna, sehingga ia terdorong untuk mengulangi kegiatan yang menghasilkan dampak positif itu.

5.      Kepribadian
Konselor perlu memahaami kompleksitas klien di samping dapat memilah-milah, ciri-ciri tertentu dapat diukur. Dalam kaitan itu, konselor mungkin tertarik pada tipologi kepribadian yang memberikan arah pada pemahaman terhadap ciri-ciri kepribadian tertentu. Misalnya, ciri-ciri kepribadian berdasarkan bentuk tubuh, sikap, keterbukaan-ketertutupan dan lain-lain.

2.4  Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Dimanapun dan bagaimanapun manusia hidup selalu membentuk kelompok hidup yang terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin hak keselamatan, perkembangan, maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka.



1.      Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya
Setiap anak sejak lahir harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tetapi juga tuntutan budaya di tempat ia hidup. Tuntutan budaya menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakumya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut (McDaniel, 1956). Organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan, kemasyarakatan, pendidikan, keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang dibawakan oleh organisasi dan lembaga-lembaga tersebut memengaruhi apa yang dilakukaan dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya.

2.      Bimbingan dan Konseling Antar Budaya
Sesuai dengan dimensi kesosialannya, individu-individu saling berkomunikasi dan menyesuaikan diri. Komunikasi dan penyesuaian diri antar individu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antar mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Konselor diharapkan akan berhasil dalam menyelenggarakan konseling antarbudaya adalah mereka yang telah mengembangkan tiga dimensi kemampuan, yaitu dimensi keyakinan dan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sesuai dengan klien antarbudaya yang akan dilayani.

2.5  Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.

1.      Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu yang sering juga disebut ilmu pengetahuan merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik. Pengetahuan  ialah sesuatu yang diketahui melalui panca indera dan pengelolaan oleh daya pikir. Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling ialah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling memiliki objek kajian sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya dan sistematika pemaparannya. Objek kajian bimbingan dan konseling adalah upaya bantuan yang diberikan individu kepada indivu yang mengacu kepada empat fungsi pelayanan yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan atau pengembangan.
Metode seperti wawancara, pengamatan, analisis dokumen, sistematika pemberian makna dan arti itu harus dilakukan secara logis dan mapan. Paparan melalui laporan hasil penelitian, buku teks dan tulisan ilmiah lainnya mengenai objek kajian bimbingan konseling merupakan wujud dari keilmuan bimbingan dan konseling.

2.      Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ada banyak ilmu lain yang berperan dalam bimbingan konseling, mulai dari psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, gabungan antara ilmu sosiologi dan ekonomi serta gabungan antara ilmu sosiologi, antropologi dan kebudayaan. Begitu juga ilmu kemasyarakatan, ilmu lingkungan, ilmu hukum, ilmu agama dan adat istiadat memberikan pemahaman tentang nilai dan norma yang harus dipahami oleh individu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Ilmu statistik dan biologi pun juga turut menyumbangkan kepada bimbingan konseling. Hal itu semua sangat penting bagi teori dan praktek bimbingan konseling. Salah satu ilmu teknologi yang berkembang amat cepat dewasa ini, yaitu komputer yang secara langsung dimanfaatkan dalam pelayanan bimbingan konseling.






3.      Pengembangan Bimbingan dan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan praktek pelayanan bimbingan dan konseling tidak boleh tidak harus melalui penelitian, bahkan dapat melalui penelitian yang bersifat eksperimen. Dengan demikian, melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketetapan dan keefektifan atau keefesiennya di lapangan.

2.6  Landasan Pedagogis
Pendidikan itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992). Pendidikan dapat ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu sebagai berikut.

1.      Pendidikan sebagai Upaya Pengembangan Individu: Bimbingan dan Konseling Merupakan Bentuk Upaya Pendidikan
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menetapkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar untuk menciptakan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam pengertian pendidikan tersebut, secara eksplisit disebutkan bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya pendidikan. Oleh karena itu, segenap pembicaran tentang bimbingan (dan konseling) tidak boleh lepas dari pengertian pendidikan yang telah dirumuskan secara praktis itu. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung komponen-komponen dari pendidikan, yaitu:
a)      Merupakan usaha sadar.
b)      Menyiapkan peserta didik (dalam hal ini klien).
c)      Untuk peranannya di masa yang akan datang (melalui tujuan-tujuan dari bimbingan dan konseling).



2.      Pendidikan sebagai Inti Proses Bimbingan Konseling
Pendidikan berlangsung melalui bimbingan, pengajaran dan latihan. Ciri yang menandai berlangsungnya tiga upaya itu, yaitu:
a)      Peserta didik yang terlibat di dalamnya menjalani proses belajar.
b)      Kegiatan tersebut bersifat normatif.
Apabila kedua ciri ini tidak ada, maka upaya yang dilakukan itu tidak dapat dikatakan pendidikan. Barangkali ada kegiatan yang dinamakan bimbingan, pengajaran, atau latihan, tetapi apabila di dalamnya tidak terkandung unsur-unsur belajar dan norma-norma positif yang berlaku, maka kegiatan tidak dapat digolongkan dalam upaya pendidikan.

3.      Pendidikan Lebih Lanjut sebagai Inti Tujuan Pendidikan Bimbingan dan Konseling
Pendidikan merupakan upaya berkelanjutan. Apabila suatu kegiatan atau program pendidikan selesai, individu tidak hanya berhenti disana. Ia maju terus dengan kegiatan dan program pendidikan lainnya. Demikian pula dengan hasil pelayanan itu tidak hanya berhenti sampai pada pencapaian hasil saja. Melainkan perlu dilanjutkan untuk mencapai hasil-hasil berikutnya.

2.7  Landasan Yuridis Formal
Bimbingan dan konseling memiliki landasan yuridis formal, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.      Kurikulum 1975
Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu:
a)      Layanan Manajemen dan supervise
b)      Layanan pembelajaran
c)      Layanan bimbingan dan penyuluhan

2.      UU No. 2 Tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
3.      PP No. 28 dan 29 Tahun 1990, Bab X Pasal 25 Ayat 1 dan 2
Bimbingan adalah bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan dilakukan oleh Guru Pembimbing.

4.      Keputusan Men PAN No. 84 Tahun 1993
Jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.

5.      UU No. 20 Tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dnegan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

6.      PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 5 s/d 18
Standar Nasional Pendidikan tentang standar isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah.

7.      Permendiknas No. 22 Tahun 2006
Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur KTSP ditafsirkan dan atau pembimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan.

8.      Keputusan Dirjen PMPTK 2007
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan BK di jalur pendidikan formal.


9.      PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15
Salah satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat pendidik untuk memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik yang bersangkutan… melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor.

10.  Permendiknas No. 27 Tahun 2008, Pasal 1 Ayat 1 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
Untuk dapat diangkat sebagai konselor seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
























BAB 3
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Landasan bimbingan dan konseling ada enam landasan, yaitu landasan filosofis, landasan religius, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah dan teknologi, dan landasan pedagogi. Landasan filosofis mengemukakan bahwa konselor harus bekerja secara cermat, bijaksana dan terkait dengan hakikat manusia dan tujuan hidup manusia. Landasan religius mengajarkan bahwa bimbingan dan konseling harus berlandaskan agama. Landasan psikologis memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu.
Landasan sosial budaya adalah bimbingan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan kebhinekaan budayanya. Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Landasan pedagogis mengemukakan bahwa pendidikan dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

3.2  Saran
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling kelak, sebaiknya pembaca memahami isi makalah ini sebagai acuan dalam pembelajaran tentang landasan bimbingan dan konseling, sehingga ilmu yang didapat dapat diterapkan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling dengan baik dan lancar.
Untuk memantapkan materi dari makalah yang kami tulis, penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat lebih baik kedepannya.







DAFTAR PUSTAKA


Junico, Aries. 2012. Delapan Landasan Bimbingan dan Konseling. (http://alessie zaris.blogspot.co.id/2012/02/8-landasan-bimbingan-konseling.html, diakses tanggal 12 September 2015).

Nilasari, Ayunda Putri. 2011. Landasan-Landasan Bimbingan dan Konseling. (http://kafeilmuayundaputri.blogspot.co.id/2011/04/landasan-landasan bimbingan-dan.html, diakses tanggal 12 September 2015).

Prayitno, H., dkk. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. (https://akhmad sudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/, diakses tanggal 12 September 2015).